Minggu, 13 September 2009
Sabtu, 12 September 2009
Ban “ Dede “ Melempong
Pasti, tapi setelah kuangkat, ternyata tawa kecil yang taka sing lagi ku dengarkan. Sapa lagi kalo bukan si centil Icha-ku. “Pak, ban speda dede melempong!” tanpa say hello. Berulang tiga kali, ya saat itu signal lagi kering seperti kemarau yang terjadi di sini, seperti juga sungai Kapuas dapat di darati belalang di tengahnya.
Masa sih, “Iya nanti bapak belikan gantinya”. Bujuknya. Agar dia tak lagi merengek pada ibunya. Tetap saja dia nyerocos.
Kutanyakan alasannya, tapi ternyata ban sepeda yang dapat di kayuhnya roda dua, pada umur dua tahun setengah itu. Memang uzur, bunganya sudah gandul seperti di gusur dozer. Licin bro, di tambah hiasan ban dalam menyembul keluar. Kulihat sebelum aku meninggalkannya untuk menghalap jalan dan tugas ini.
Suara kecil itu semakin bercerita hal ikhwal melempong bin gembosnya.
Sepeda itu sendiri warisan Anggi, sepupunya yang kini tinggal di
Dek, dek... gumanku. Tanpa sempat aku bertepur alias bersembunyi dari rentetan mesiu. Dia maĆz nyerocos yang balik-balik merengek “Bapak, inilah balek, salok dede ni, sekalian belikan ban duak-duaknye ye pak…ye….o pak ye….????”
Dan tut…. Suaranya terputus, pulsanya habis.